Kebajikan teologis
Di dalam bukunya Mere Christianity C.S Lewis menuliskan pandangannya tentang Pengharapan sebagai sebuah kebajikan Teologis. Apa itu kebajikan? Kata kebajikan sangat filsafatis. dalam filsafat Yunani kuno arti dari kebajikan memuat tentang keadilan, kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keberanian. Keempat hal tersebut lebih dalam lagi berbicara mengenai pengendalian atau pembatasan diri serta ketabahan. Dalam Kristiani ada tiga kebajikan yang kemudian dikenal sebagai iman, harapan, dan cinta

.
Dari dua pandangan filsafat dan telogis mengenai kebajikan di atas, maka maksud dari pengharapan sebagai kebajikan teologis hanya bisa diartikan sebagai tanggung jawab orang kristen terhadap penantian akan dunia yang kekal secara terus-menerus. Mengapa disebut sebagai sebuah tangggung jawab? Karena dalam modernitas banyak yang menganggap bahwa dunia yang kekal hanyalah sebuah eskapisme, sebuah khayalan dimana manusia melepaskan dunia ‘yang sekarang’ demi sebuah dunia yang belum tentu ada.
Anggapan golongan tertentu dari dunai modern tentang pengharapan terhadap dunia yang kekal tersebut berdasarkan pada realitas sosial yang menurut mereka kehilangan pijakan. Mereka melihat orang Kristen mengabaikan dunia nyata dan lebih peduli terhadap dunia yang kekal. Pandangan macam ini sah-sah saja jika kita menengok dunia kita saat ini yang penuh konflik dan ketimpangan sosial.
Namun, yang luput dari penglihatan mereka adalah kenyataan bahwa ternyata orang-orang Kristenlah yang berbuat paling banyak terhadap dunia saat ini. hanya dengan memikirkan sebuah dunia yang akan datang, orang kristen kemudian melakukan hal-hal baik terhadap dunia sekarang. Sebaliknya, sekelompok orang kristen yang tidak peduli terhadap dunia yang kekal itu pada saat yang sama akan mengabaikan dunia saat ini.
Kebajikan memungkinkan orang Kristen berpikir lebih tentang hal-hal yang ada sekaligus menyingkirkan makna-makna yang dangkal. Dengan memiliki Iman, Cinta dan Harapan maka dunia yang sakit ini bisa disembuhkan.
Pengharapan Akan Kehidupan Kekal
Kehidupan kekal bagi orang Kristen merupakan kehidupan jiwa usai kematian raga. Manusia terbentuk atas tubuh (daging) dan jiwa (roh). Untuk bisa berdiri dan hidup di atas bumi, manusia membutuhkan daging atau tubuh yang bisa bergerak. Sementara itu, dalam dunia yang kekal tubuh menjadi tidak penting dan dilupakan di bumi. Di sana jiwa-jiwa akan pergi, ke dunia yang kekal itu. Orang-orang menyebutnya sebagai surga.
Tubuh manusia sekalipun tidak penting dan akan ditinggalkan di dunia saat ini, sangat penting keterlibatannya terhadap eksistensi jiwanya nanti. Surga sangat ketat. Tidak semua jiwa bisa diterima di sana. Bagi orang Kristen, hanya jiwa-jiwa yang ‘bersih’ yang diperbolehkan keberadaannya di dalam surga. Bersih secara Teologis.
Untuk sebuah jiwa yang layak masuk surga, tanggung jawab tubuh penting selama dia hidup. Meskipun ada anggapan bahwa tubuh digerakan oleh jiwa, namun kerja sama tubuh untuk menuruti keinginan jiwalah yang akan diperhitungkan tindakan-tindakannya di dunia. Apa maksudnya? Secara sederhananya kita melihat relasi tersebut begini: ketika jiwa manusia sangat mengharapkan untuk masuk ke dunia yang kekal, pada saat yang sama tubuhnya akan bergerak melakukan hal-hal sehingga jiwanya menjadi layak untuk berada di sana (surga). Jika surga menyukai jiwa yang baik dan penuh kasih, maka tubuh akan menunjukan kepada dunia ini tentang bagaimana jiwanya yang baik dan penuh kasih itu. Tubuhlah yang akan memberi makan kepada anak-anak terlantar, mengobati orang-orang sakit dan terluka.
Menjadi Kristen artinya menjadi orang-orang yang berharap jiwanya masuk ke Surga. Tanpa pengharapan macam itu, maka orang itu tidak akan menjadi apa yang bisa diharapkan dari orang Kristen. Yesus mengajarkan murid-muridnya untuk melakukan kebajikan-kebajikan atas hidup di dunia untuk menyambut kehidupan kekal. Dia menjaminkan surga kepada jiwa-jiwa yang telah melakukan pekerjaan-pekerjaan tubuh yang Dia harapkan yakni perbuatan-perbuatan baik.
Tubuh yang melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam kristen, Yesus mengibaratkan sebagai sepohon ara. Pohon yang tidak berbuah adalah tubuh yang tidak berguna sementara pohon yang berbuah adalah mereka yang akan menerima kasih karunia Tuhan.
“Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api.”Lukas 3:9.
Jadi, jelas bahwa hanya dengan mengharapkan surga maka orang Kristen akan membuat dunia ini dengan lebih baik. Orang Kristen tidak bisa mengubah peradaban yang buruk dengan cara membangun peradaban yang baru, melainkan hanya dengan cara mengejar surga. Keinginan akan surga yang akan menggerakan mereka berbuat sesuai apa yang ditetapkan Yesus.
Zaman ini, kaum skeptis bermunculan dimana-mana. Mereka berusaha menggoyahkan keyakinan Kristen akan dunia yang kekal itu. Bagi mereka, kekristenan yang terlalu fokus terhadap dunia ‘yang akan datang’ menjadi penyebab kurangnya perhatian terhadap kehidupan di bumi. Namun, pada kenyataan keinginan akan surga yang meyakinkan orang Kristen untuk berbuat kebaikan terhadap dunia fisiknya saat ini.
Surga Dan Kerinduan
Kita orang Kristen senantiasa menggunakan tiga kalimat mengenai surga yakni kerajaan Allah, kerajaan Surga dan kehidupan yang kekal. Surga adalah dunia dimana jiwa-jiwa terbaik hidup sebagai imbalan atas perbuatan-perbuatan baik yang mereka lakukan selama hidup di bumi. Di sana tempat Allah berada.
Namun ada problem serius dalam kehidupan kekristenan kita. Tidak semua orang dalam lingkup kita yang mampu melihat surga sebagaimana gambaran Yesus tentangnya.
Orang-orang tertenetu hanya melihat surga sebagai tempat tujuan semua jiwa pergi setelah kematian fisik. Dengan cara melihat macam ini, timbul kerinduan bahwa di surga kita akan berjumpa lagi dengan sanak saudara atau orang-orang terkasih yang sudah meninggal. Selain itu, ada pula pandangan bahwa surga adalah sesuatu yang ada di dalam diri tiap orang. Sesuatu hal tersembunyi yang hanya akan terlihat bila kita benar-benar menengok diri sendiri dan menemukan sebuah keindahan yang tidak bisa tergambarkan.
Pemahaman-pemahaman mengenai surga tersebut datang dari dengung-dengung dunia yang membentuk surga sebagai sebuah dunia khayalan yang penuh dengan keindahan. Orang-orang secara keliru melihat surga dengan cara pandang badaniah. Jika surag sebagai sebuah taman yang indah, maka orang melihat taman yang indah itu untuk kesenangan fisik. Atau bila surga merupakan dunia yang penuh susu dan madu maka orang-orang memandangnya sebagai kepuasan terhadap tubuh.
Terhadap kekurangan atau kesalahan persepsi semacam ini, kita harus kembali kepada Alkitab. Dalam Alkitab, Yesus mengumumkan surga sebagai tempat kediaman Bapa. Karena Allah Bapa kita tidak bisa diidentifikasi secara fisik maka kesadaran kita harus tertuju kepada jiwa, bukan tubuh. Surga yang menanti oranag kristen adalah surganya jiwa.
Melihat surga sebagai surga jiwa, bagaimana kerinduan kita tentangnyaa? Adakah gambaran yang valid mengenai surga yang dimaksud? Tentu tidak. Kita tidak bisa membentuk gambar mengenai surga dengan cara pandang fisik. Surga menurut Yesus melampaui pandangan kekristenan kita sehingga yang bisa kita lakukan hanyalah merindukannya. Merindukan surga, kembali ke atas merupakan pengharapan teologis akan kerajaan Allah. Kita merindukan dengan cara yang berbeda dari cara kita merindukan hal-hal duniawi. Dan kerinduan serta pengharapan akan kerajaan Allah tidak semudah yang kita pikirkan. Kita akan selalu belajar untuk itu.
"Barang siapa tidak menyambut Kerajaan Allah sebagaimana layaknya seorang anak kecil maka dia tidak akan dapat memasukinya" (Markus 10:13-16).