
Jauh sebelum orang-orang menyebutnya dengan ledekan ‘sumber aer su dekat’, orang-orang Timur sudah terbiasa menertawakan diri mereka sendiri. Setelah berhasil menertawai diri sendiri mereka akan menertawai orang lain, lalu kemudian mereka menertawai kehidupan. Tanah mereka keras, kehidupan mereka agak liar, tetapi selera humor mereka berlimpah. Dalam hal ini, mereka lebih sehat dari siapa pun.
Tetapi kita senantiasa terjebak pada stigma. Kita melihat orang-orang Timur sebagai orang-orang yang kasar, hanya karena kita memelihara dugaan kita. Atau hanya karena kita telah terbiasa menganggap bahwa yang berwarna hitam identik dengan sesuatu yang gelap.
Maka dari itu, mari kita sedikit lebih dekat. Melihat sisi kemanusiaan mereka yang tidak bisa ditangkap oleh orang-orang luar. Humor yang mereka miliki boleh jadi adalah kekayaan yang tetap menjadi miliki mereka, yang tidak dapat direnggut dengan cara apa pun.
Menertawakan diri sendiri
Orang Timur sangat suka tertawa. Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul, maka cepat atau lambat sebuah tawa akan meletus. Tawa yang mereka miliki merupakan jenis tawa yang tidak bisa dibuat-buat atau ditiru. Suara tawa mereka sangat khas, nyaring dan susah disembunyikan.
Tidak perlu menjadi orang yang jenaka untuk bisa membuat lelucon. Orang Timur sangat maklum mengenai ini. umumnya, dan yang paling menarik, mereka sering memulai dengan diri sendiri. Bisa apa saja; ledekan terhadap kesialan yang baru saja dia alami, putus asmara, gagal panen dan macam-macam. Mereka menceritakan hal-hal tersebut kepada teman mereka, baik untuk curhat atau sekadar obrolan biasa. Tetapi cara mereka bercerita, bagaimana mereka tidak merasa ngenes akan ketidakmujuran tertentu dan sebaliknya memandang dirinya dengan tidak terlalu serius, membuat orang yang mendengarnya merasa lucu.
Kita tahu, tidak semua orang mampu berbuat demikian. Menertawakan diri sendiri butuh latihan hingga di tahap dimana kita bisa melihat ke dalam diri dengan jernih, kemudian menggunakannya sebagai cara untuk mengatasi perasaan negatif baik kesedihan maupun kemarahan.
Orang Timur tidak butuh latihan semacam itu. Mereka seakan lahir dengan sifat bawaan yang demikian, dimana hanya dengan cara tersebut mereka berhasil mengatasi kesulitan hidup mereka di tempat yang keras dan jauh dari jangkauan pemerintah.
Menertawakan orang lain
Usai menertawakan diri sendiri, maka mereka sejatinya siap menertawakan orang lain. Orang Timur tidak suka meledek kawannya. Mereka hanya tahu bagaimana menertawakan teman-temannya. Ada banyak hal yang pantas ditertawakan dalam diri teman dan sahabat mereka. Bahkan mereka pun tidak segan menertawakan orang yang lebih tua jika memang harus demikian.
Jika kita paham kenapa mereka berhasil menertawakan diri sendiri, maka kita pun akan paham kenapa mereka bisa menertawakan orang lain tanpa menyakiti perasaan. Ada korelasi antara menertawakan diri sendiri dan menertawakan orang lain. Orang yang menertawakan diri sendiri butuh orang lain untuk menerima dirinya, sebaliknya menertawai teman yang sedang sial bagi mereka merupakan sebuah pengukuhan bahwa suatu masalah tidak perlu ditanggap terlalu serius.
Menyaksikan pengalaman menggembirakan semacam ini menimbulkan keanehan dalam diri orang-oang yang tidak paham. Bagaimana mungkin kita menertawai sesama yang sedang menderita? Namun, di sinilah sisi terbaik dari selera humor orang Timur. Mereka mungkin saja menertawai kesialanmu tetapi tidak pernah berarti mereka mensyukurinya. Justru sebaliknya mereka menguatkanmu. Belum lagi bila ternyata kamu sendiri pun menganggap kesialanmu patut ditertawakan.
Menertawai kehidupan
Banyak wilayah di Nusa Tenggara Timur yang tertinggal dari kemajuan zaman dan perkembangan teknologi. Dari masa ke masa pembahasan mengenai ketimpangan tersebut digagas lalu berguguran. Mereka di Timur sana seperti orang-orang yang tinggal di sisi bukit menghadap ke barat. Ketika wilayah lain telah selesai dengan sinar pagi suatu kemajuan dan siap menyambut pagi yang baru lagi, mereka baru merasakan sisa-sisa sinarnya menjelang malam.
Namun, apa yang perlu dikeluhkan? Orang Timur justru berhasil melampaui kesialan dari kemajuan dan menganggapnya bukan sebagai nestapa. Mereka menertawai keadaan. Dalam hal ini, tertawa bukan lagi lawan dari kesedihan atau keperihan, tetapi justru sebagai bagian dari itu.
Di flores misalnya, lagu-lagu pesta digubah dari lirik-lirik sedih tentang kehidupan. Tentang orang tua yang sudah berpulang atau mengenai kesusahan yang mendera. Tetapi irama dan musik yang mengiringi lirik-lirik tersebut terbuat untuk tari-tarian pada pesta-pesta pernikahan. Kita tidak akan menemukan di tempat lain dimana orang-orang menari di atas lagu kesedihan. Ini bukan sekadar lelucon belaka, melainkan sejenis kesadaran bahwa kejenakaan bisa melalui kesusahan dengan lebih baik.
Atau tentang anak-anak sekolah yang terpaksa sekolah online. Sejak beberapa bulan lalu ketika menteri pendidikan menerapkan sekolah online di masa pandemi, anak-anak di Flores menganggapnya sebagai liburan yang terselubung. Mereka menggunakan hari-hari tanpa sekolah formal sebagai kesempatan mencari uang untuk membeli ponsel. Setelah punya ponsel maka mereka bisa sekolah online. Kenyataan ini mungkin miris, namun anak-anak Timur melakukannya dengan suka hati. Pikir mereka, setelah sekian lama akhirnya orang tua mereka membolehkan mereka memiliki ponsel.
Humor Untuk Mencapai Tujuan Sosial
Memang betul kalau menyebut orang-orang Timur tertinggal dalam hal pendidikan. Bangunan sekolah mereka, apalagi di pelosok, tidak memadai. Tetapi salah besar jika ada anggapan kalau mereka kurang cerdas. Sekolah adalah tentang pengetahuan, dan kecerdasan adalah sesuatu yang melampaui dua hal tersebut.
Mendapati selera humor mereka yang melimpah maka kita bisa memaknai kecerdasan yang mereka miliki. Humor sering identik dengan kecerdasan emosi yang mana jika kita cerdas secara emosi maka hidup kita selalu lebih baik. Kecerdasan bawaan yang mereka miliki ini bisa jadi terbentuk sebagai adaptasi terhadap dunia mereka yang kita anggap keras.
Alasan kenapa mereka sangat menyukai tertawa, berseloroh dan bercanda tidak lain merupakan sebuah semangat hidup yang tidak dimiliki semua orang. Humor yang mereka miliki datang bahkan di saat kehidupan mereka sedang sulit-sulitnya. Seakan-akan Tuhan menitipkan mereka di lahan yang gersang lalu melengkapi mereka dengan penawarnya.
Pada akhirnya, kita harus mengakui kalau humor sudah menjadi hal langka di kota-kota. Tidak seperti di Timur, di Jakarta kita tidak akan menemukannya di stasiun-stasiun kereta, di tempat-tempat parkir atau di halte-halte bus. Hanya di segelintir tempat dan dalam pergaulan yang ekslusif. Bahkan jika pun kita menemukan di saluran televisi, humor mereka kerap garing dan bikin sakit hati.
Jauh di Timur, di negeri yang tertinggal, mereka tetap menjadi manusia yang menguasai teknik menghadapi hidup. Kemampuan mereka memahami humor, menghargai humor, membuat humor, menggunakan humor untuk meredakan ketegangan, dan menggunakan humor untuk mencapai tujuan sosial patut diberi salut. Jika suatu hari kita ke sana dan hendak membantu mereka, maka jangan mengajari mereka cara menghadapi kesusahan. Yang bisa kita lakukan adalah mengajari mereka tentang kemajuan dan pengetahuan, karena dua hal itu yang kurang dari mereka.