top of page

Iman: Antara Kepercayaan Dan Doktrin

Diperbarui: 17 Apr 2021


Kepercayaan Hanya Sebagian dari Iman

Barangkali banyak yang tidak sependapat dengan ini karena kata Iman mencakup lebih luas dari sebuah kepercayaan. Iman lebih luas jangkauannya karena selain kepercayaan, di dalam iman juga terdapat keyakinan dan keteguhan hati.

Kepercayaan sebagai bagian dari iman menduduki bagian paling luar, ibarat sebuah telur maka kepercayaan adalah cangkangnya. Karakteristik suatu cangkang telur menjadi identitas telur tersebut. Dia memiliki bentuk, ukuran dan warna tertentu yang memungkinkan orang bisa membedakan telur ayam dari telur itik.

Dalam makna kepercayaan, Iman hanya berarti menerima dan menganggap benar doktrin keagamaan tertentu. Demikian pula dalam kekristenan. Kita menjadi kristen pertama kali karena doktrin. Tentu saja tidak ada yang salah dengan doktrin. Jika kita telah salah menggunakan kata doktrin belakangan ini, itu hanya berarti kita lemah mengupas sesuatu dengan baik. Misalnya, menghadapi sebuah insiden diskriminasi kita sering berpikir bahwa pelaku telah keracunan doktrin kepercayaan tertentu. Di sisi lain, ketika seseorang mempertahankan kepercayaannya dalam situasi yang bisa membahayakan nyawanya kita tidak pernah berpikir bahwa sikap mempertahankan imannya tersebut bagian dari doktrin yang tercetak di dalam dirinya.

Iman sebagai suatu kepercayaan merupakan sebuah seni mempertahankan doktrin tanpa perlu mempedulikan suasana hati yang berubah-ubah.

Pada suatu hari, di daerah terpencil sebuah desa duduklah seorang ayah di sudut ladangnya. Hari itu anaknya yang sulung meminta sejumlah uang kuliah agar bisa mengikuti ujian akhir semester. Sang ayah tengah memikirkan kepahitan hidup keluarga serta bagaimana caranya agar nasib anaknya terselamatkan. Hasil panen kemarin sangat tidak cukup sementara panenan berikutnya masih beberapa bulan ke depan.

Dengan pikiran yang kalut, dia menyebut nama Tuhannya dan bertanya kenapa orang-orang kecil macam dia memiliki masalah yang tidak ada habisnya. Dia mengeluhkan mengenai gagal panen padahal dia telah bekerja sangat keras. Tabungan yang dia kumpulkan untuk anaknya tidak pernah cukup. Sakingnya pilunya, dia lantas bertanya dimana Tuhan saat ini bila kesusahannya hari itu tidak sanggup dia atasi. Hingga menjelang malam sang ayah tidak menemukan sesuatu pun yang akan menolongnya.

Kisah macam ini sudah biasa kita dengar. Orang-orang yang sedang ditimpa kesulitan hidup mencari Tuhan dengan perasaan bimbang dan bertanya kenapa Tuhan tidak datang mengangkat bebannya. Keluhan-keluhan semacam ini datang karena sebelumnya kita percaya kepada Tuhan. Kita percaya bahwa dalam kesusahan kita masih punya Tuhan, makanya kita selalu memanggilNya.

Kepercayaan ini, dengan taraf yang masih di permukaan yang mana kita mudah sekali goyah merupakan kepercayaan yang dibentuk oleh doktrin. Doktrin mengajarkan kita tentang keterlibatan Tuhan dalam kehidupan manusia. Setelah kita menerima doktrin tersebut, barulah kita masuk kedalam keyakinan dan keteguhan hati. Meskipun memiliki doktrin itu penting dalam membentuk keimanan, tidak seharusnya seseorang berdiri tegak di atasnya. Artinya, menggunakan doktrin tidak untuk menyombongkan iman melainkan sebagai jalan masuk untuk keimanan yang lebih dalam. Intoleransi dalam beragama sebagiannya datang karena menggunakan doktrin tanpa pematangan yang akan bermuara pada keyakinan serta keteguhan hati. Keyakinan dan keteguhan hati sifatnya lebih kuat ketimbang kepercayaan, dan oleh karenanya kita lebih merasakan kehadiran Tuhan pada saat memiliki dua hal tersebut.



Tetapi Yesus berseru kata-Nya: "Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan." Yohanes 12: 44-46.


Jadi, bila iman disebut sebagai kepercayaan memang demikian adanya. Namun, hanya berlaku untuk di permukaan ketika seseorang diidentifikasikan berdasarkan iman mereka. Kepercayaan akan Yesus membuat kita dilihat sebagai orang Kristen, iman kita dilibatkan secara kristiani. Kemudian, untuk melihat kekristenan yang sejati di dalam diri seseorang kepercayaan tidaklah cukup. Seseorang mungkin saja mengenakan kalung dengan simbol salib, namun belum tentu dia percaya sesungguhnya pada Yesus. Demikianlah halnya cangkang telur. Cangkangnya memang telur ayam, tetapi untuk menjadi benar-benar telur ayam dia harus dilihat isinya.

Melatih Keimanan

Kepercayaan sebagai bagian dari iman mudah sekali goyah. Bahkan di dalam kekristenan, iman kita diuji paling besar ketika kita berada di level percaya akan Tuhan. Percaya akan sesuatu hal selalu ditantang oleh emosi dan perubahan hati, yang mana baik emosi maupun suasana hati sering berubah sepanjang waktu. Kita bisa kembali pada kisah mengenai seorang ayah di atas. Dia memiliki kepercayaan terhadap Tuhan, tetapi ketika mendapat kesulitan hidup emosinya naik ke permukaan lalu membombardir kepercayaannya.

Atau kita bisa melihat contoh kecil ini. Seorang anak yang baru belajar berenang telah diberitahu oleh instruktur renang kalau tubuh manusia tidak selalu tenggelam di dalam air. Dia menjadi percaya tentang hal itu ketika instruktur renang mulai mengajarinya cara berenang. Namun, keraguan akan pernyataan instruktur renang akan muncul ke dalam diri anak itu tepat ketika dia pertama kali akan berenang tanpa bantuan instruktur. Dia sangsi apakah tubuhnya akan mampu berenang atau justru tenggelam.

Melatih keimanan menyangkut dengan contoh di atas dimaknai sebagai upaya mempertahankan segala sesuatu yang sudah pernah diterima melalui ajaran kekristenan. Dengan mempertahankan kepercayaan kita akan mencapai keyakinan sekaligus keteguhan hati. Dalam proses ini, pemberontakan dari suasana hati terhadap keimanan di dalam diri bagaimanapun juga akan terjadi.

Melatih keimanan memungkinkan seseorang menghadapi keraguan-keraguan secara terbuka karena hanya dengan cara tersebut keimanan diuji. Sama halnya Kita hanya bisa mengetahui kekuatan angin dengan berjalan menyongsongnya, bukan merebahkan badan. Ujian keimanan sangat berat karena kita sedang melawan diri sendiri. Itu sebabnya iman kristen yang utuh merupakan kebajikan yang hakiki.

Langkah pertama melatih keimanan adalah mengakui faajta bahwa suasana hati selalu berubah-ubah. Langkah selanjutnya memastikan bahwa, jika suatu saat anda telah menerima kekristenan, maka beberapa dari doktrin-doktrin utamanya harus dipegang secara sadar dalam pikiran setiap hari. Maka dari itu berdoa setiap hari, pembacaan religius dan mengikuti ibadah di gereja menjadi bagian esensial dari kehidupan Kristen. Kita harus terus menerus diingatkan tentang apa yang kita percayai. Semua jenis kepercayaan tidak bisa tetap hidup secara otomatis di dalam pikiran. Sebuah kepercayaan harus dipelihara.


Sumber: Mere Christianity (C.S. Lewis)

4 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page